SEJARAH DESA BANJARANYAR, RANDUDONGKAL, PEMALANG
memenuhi permintaan anggota group mas juned
CANDRAWANGSA, DIPOWANGSA, ABU HAMID ONTOWIRYO
Babad Tanah Banjaranyar
Diawali dari berdirinya Desa Banjar yang terletak di kompleks candi Sigugur yang sekarang masuk dalam wilayah Mejagong.
Diceritakan bahwa pendiri desa Banjar adalah Ki Ageng Giring. Dinamakan Ageng Giring karena setiap kali musim penghujan Desa Banjar terkena imbas banjir, begitupun ketika ada petir, pasti salah satu penduduknya terena petir.
Menurut adat Jawa, penduduknya selalu terkena sendekala (cendak= kena, ala=kejelekan), karena berlarut-larut kejadian itu selalu trjadi , maka ada seseorang yang berassl dari keturunan keraton yang bernama Mbah Danasari Raden Agung menyarankan untuk Desa Banjar yang terletak di Candi Cigugur (bahasa sunda; ci=air, gugur=berjatuhan) sebelah barat dari sungai Banjaran untuk pindah ke sebelah timur sungai Banjaran. Maka dari itu, Desa Banjaran yang baru berada di sebelah timur desa lama, dinamailah desa Banjaran anyar ( adanya akhir an -an pada kata pertama, yag menyambung awalan -an pada kalimat ke dua, maka akhiran -an kalimat pertama dibuang. Jadilah penggabungan kata Banjaran anyar menjadi Banjaranyar)
Saat itu Sang Pencetus Mbah Danasari menjadi orang pertama yang Babad tanah Banjaranyar, dan sekarang Beliau di makamkan di pemakaman Ageng desa Banjaranyar. serta juga meninggalkan beberap peninggalan seperti: pusaka, dan beberapa barang antik tempo dulu, yang sekarang tersimpan di kuncen makom mbah Danasari yaitu Mbah Warniti.
Destanasi Mbah Danasari dilanjutkan oleh mbah Candra Wangsa yag berasal dari keturunan Dipo Wangsa Abdul Hamid Ontowiryo dari Telatah, Yogyakarta. Beliau (mbah Candra Wangsa) mempunyai 7 anak, yang anak-anaknya menjadi simbol peradaban Budaya dan kearifan lokal Desa Banjaranyar.
Anak beliau yang pertama adalah Mbah Buyut Kashor dari keturunannya banyak berdomisili di candi Depok yang notabene daerahnya cinta pewayangan. Anak yang kedua, mbah Buyut Maya Bendut, Beliau berdomisili di Banjaranyar tengah tepatnya di kali Penuwek, beliau menyukai cocok tanam (pertanian). Anak yang ketiga, adalah Mbah Buyut Hj. Ahmad beliau berdomisili di Banjaranyar bagian selatan yang notabene masyarakatnyasuka pengajian. Sekarang menjadi komplek PONPES IQLIMA AL ISHLAHIYAH. Anak yang ke 4 yaitu Nyai Buyut Cartini, beliau menempat di Blok Capit urang yang notabene cinta Tani. Anak yang ke 5 yaitu Mbah Calim, beliau menjadi lurah Desa Kalisaleh. kemudian anak yang ke 6 yaitu Ki Buyut Saliyan, beliau menempat di Banjaranyar bagian Timur, sampai keturunannya di bagian Utara Banjaranyar, tepatnya di Sumur Teplok. Beliau suka mengolah Ilmu Kanuragan. lalu anak yang ke 7 adalah Ki Buyut Wangsa, beliau berdomisili sampai akhir hayatya di Desa Pedagung, Comal.
Di dalam desa BAnjaranyar terdapat 7 tempat kramat yang kala itu disebut candi Rekso.
Candi Sumur Cucuk Dandang, ada dii sebelah Barat desa Banjaranyar
Candi Makom Agung, di Makam Mbah Danasari
Candi Depok (makam Nyai Mas RantanSari) berada di kompleks RT 08
Candi Pandan, ada di kompleks Tanjung Alit (Ponpes Iqlima Al Ishlahiyah)
Candi Sumur Teplok ada di sekitar RT 21
Candi Sumur Pandan ada di sekitar komplek RT10
Candi Watu gede ada di sekitar komplek Capit Urang.
Kearifan lokal di Desa Banjaranyar sangat berpengaruh pada masyarakat, diantaranya ketika seseorang berjalan di komplek candi tidak boleh memakai baju berwarna hijau muda dan tidak boleh memakai topi caping. Masyarakat yang akan mempunyai hajat seperti pengantin, atau khitan, sebelum melaksanakan harus berziarah dulu di makam Mbah Danasari. Suara Sound system untuk mengawali hajatan harus dibunyikan sesuai kecintaan mbah Buyut di komplek itu.
Setiap hari akhir Rabu bulan Safar masyarakat mengadakan slametan untuk tolak bala (Rabu Pungkasan). Masyarakat nya punya mitos harta dan ilmu tidak boleh untuk kesombongan duniawi karena ada dayang mbah pangeran Papak.
Ini adalah cerita turun temurun dari buyut, kakek, nenek kami. kebenaran yang otentik hanya milik Allah. Tugas kita hanya menjaga kearifan Budaya yang baik dan menjaga budaya yang baik dan menjagal budaya yang jelek.... WAllahu A'lamm Bisshowaab...
memenuhi permintaan anggota group mas juned
CANDRAWANGSA, DIPOWANGSA, ABU HAMID ONTOWIRYO
Babad Tanah Banjaranyar
Diawali dari berdirinya Desa Banjar yang terletak di kompleks candi Sigugur yang sekarang masuk dalam wilayah Mejagong.
Diceritakan bahwa pendiri desa Banjar adalah Ki Ageng Giring. Dinamakan Ageng Giring karena setiap kali musim penghujan Desa Banjar terkena imbas banjir, begitupun ketika ada petir, pasti salah satu penduduknya terena petir.
Menurut adat Jawa, penduduknya selalu terkena sendekala (cendak= kena, ala=kejelekan), karena berlarut-larut kejadian itu selalu trjadi , maka ada seseorang yang berassl dari keturunan keraton yang bernama Mbah Danasari Raden Agung menyarankan untuk Desa Banjar yang terletak di Candi Cigugur (bahasa sunda; ci=air, gugur=berjatuhan) sebelah barat dari sungai Banjaran untuk pindah ke sebelah timur sungai Banjaran. Maka dari itu, Desa Banjaran yang baru berada di sebelah timur desa lama, dinamailah desa Banjaran anyar ( adanya akhir an -an pada kata pertama, yag menyambung awalan -an pada kalimat ke dua, maka akhiran -an kalimat pertama dibuang. Jadilah penggabungan kata Banjaran anyar menjadi Banjaranyar)
Saat itu Sang Pencetus Mbah Danasari menjadi orang pertama yang Babad tanah Banjaranyar, dan sekarang Beliau di makamkan di pemakaman Ageng desa Banjaranyar. serta juga meninggalkan beberap peninggalan seperti: pusaka, dan beberapa barang antik tempo dulu, yang sekarang tersimpan di kuncen makom mbah Danasari yaitu Mbah Warniti.
Destanasi Mbah Danasari dilanjutkan oleh mbah Candra Wangsa yag berasal dari keturunan Dipo Wangsa Abdul Hamid Ontowiryo dari Telatah, Yogyakarta. Beliau (mbah Candra Wangsa) mempunyai 7 anak, yang anak-anaknya menjadi simbol peradaban Budaya dan kearifan lokal Desa Banjaranyar.
Anak beliau yang pertama adalah Mbah Buyut Kashor dari keturunannya banyak berdomisili di candi Depok yang notabene daerahnya cinta pewayangan. Anak yang kedua, mbah Buyut Maya Bendut, Beliau berdomisili di Banjaranyar tengah tepatnya di kali Penuwek, beliau menyukai cocok tanam (pertanian). Anak yang ketiga, adalah Mbah Buyut Hj. Ahmad beliau berdomisili di Banjaranyar bagian selatan yang notabene masyarakatnyasuka pengajian. Sekarang menjadi komplek PONPES IQLIMA AL ISHLAHIYAH. Anak yang ke 4 yaitu Nyai Buyut Cartini, beliau menempat di Blok Capit urang yang notabene cinta Tani. Anak yang ke 5 yaitu Mbah Calim, beliau menjadi lurah Desa Kalisaleh. kemudian anak yang ke 6 yaitu Ki Buyut Saliyan, beliau menempat di Banjaranyar bagian Timur, sampai keturunannya di bagian Utara Banjaranyar, tepatnya di Sumur Teplok. Beliau suka mengolah Ilmu Kanuragan. lalu anak yang ke 7 adalah Ki Buyut Wangsa, beliau berdomisili sampai akhir hayatya di Desa Pedagung, Comal.
Di dalam desa BAnjaranyar terdapat 7 tempat kramat yang kala itu disebut candi Rekso.
Candi Sumur Cucuk Dandang, ada dii sebelah Barat desa Banjaranyar
Candi Makom Agung, di Makam Mbah Danasari
Candi Depok (makam Nyai Mas RantanSari) berada di kompleks RT 08
Candi Pandan, ada di kompleks Tanjung Alit (Ponpes Iqlima Al Ishlahiyah)
Candi Sumur Teplok ada di sekitar RT 21
Candi Sumur Pandan ada di sekitar komplek RT10
Candi Watu gede ada di sekitar komplek Capit Urang.
Kearifan lokal di Desa Banjaranyar sangat berpengaruh pada masyarakat, diantaranya ketika seseorang berjalan di komplek candi tidak boleh memakai baju berwarna hijau muda dan tidak boleh memakai topi caping. Masyarakat yang akan mempunyai hajat seperti pengantin, atau khitan, sebelum melaksanakan harus berziarah dulu di makam Mbah Danasari. Suara Sound system untuk mengawali hajatan harus dibunyikan sesuai kecintaan mbah Buyut di komplek itu.
Setiap hari akhir Rabu bulan Safar masyarakat mengadakan slametan untuk tolak bala (Rabu Pungkasan). Masyarakat nya punya mitos harta dan ilmu tidak boleh untuk kesombongan duniawi karena ada dayang mbah pangeran Papak.
Ini adalah cerita turun temurun dari buyut, kakek, nenek kami. kebenaran yang otentik hanya milik Allah. Tugas kita hanya menjaga kearifan Budaya yang baik dan menjaga budaya yang baik dan menjagal budaya yang jelek.... WAllahu A'lamm Bisshowaab...
Komentar
Posting Komentar