Langsung ke konten utama

Perjanjian Giyanti dan lahirnya Jogjakarta


PERJANJIAN GIYANTI DAN LAHIRNYA JOGJAKARTA

Perjanjian Giyanti adalah sebuah perjanjian yang melatarbelakangi pecahnya dynasti Mataram dan lahirnya Kasultanan Ngayogyakarta. Hal itu berawal dari Pangeran Mangkubumi yang menagih janji dari Sunan Pakubuwono III yang akan memberikan 3000 cacah tanah di wilayah Sukowati bila berhasil menumpas pembrontakan yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyowo.
Perjanjian Giyanti sebenarnya merupakan kesepakan antara pihak Belanda, dalam hal ini VOC dengan pihak kerajaan Mataram yang di wakili oleh Sunan Pakubuwono III, dan kelompok Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi akhirnya memutar haluan menyeberang dari kelompok pemberontak dan bergabung dengan kelompok pemegang legitimasi kekuasaan Mataram, dan ikut memerangi pemberontak yaitu Pangeran Sambernyowo. Perjanjian Giyanti yang akhirnya di tandatangani pada tanggal 13 Februari 1775 di desa Giyanti yang saat ini menjadi wilayah dukuh Kerten Desa Jantiharjo kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah ini secara de facto dan de jure menandai berakhirnya kerajaan Mataram.
Berdasarkan perjanjian ini wilayah kerajaan Mataram dibagi menjadi 2 bagian, yaitu wilayah disebelah timur dikuasai oleh pewaris tahta Mataram ( Sunan Pakubuwono III ) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara disebelah barat yang merupakan wilayah Mataram yang asli diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi, sekaligus diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono I dan berkedudukan di Ngayogyakarta. Dalam perjajian itu juga terdapat klausul, VOC bisa menentukan siapa yang menjadi penguasa wilayah itu jika diperlukan.
Perjanjian Giyanti sebenarnya belum mengakhiri gonjang-ganjing di kerajaan Mataram, karena kepentingan kelompok Pangeran Sambernyowo ( Raden Mas Said ) tidak terakomodasi dalam perjanjian ini. Pangeran Sambernyowo adalah rivalitas Pangeran Mangkubuni untuk menjadi orang nomor satu di kerajaan Mataram. Perjanjian Giyanti bisa jadi merupakan persekongkolan untuk menyingkirkan Pangeran Sambernyowo. Ada juga yang beranggapan bahwa Perjanjian Giyanti merupakan bagian dari politik pecah belah Belanda. Terlepas dari kontroversi yang terjadi, Perjanjian Giyanti merupakan “ibu kandung” Kasultanan Ngayogyakarta yang kemudian menjadi Yogyakarta. yang telah banyak memberikan sumbangsihnya pada awal terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di awal kemerdekaan RI kasultanan Yogyakarta banyak memberikan bantuan baik moril maupun matriil. Dan puncaknya adalah ketika Sultan Hamengkubuwono IX yang bertahta pada saat itu, menyatakan wilayah kasultanan Ngayogyakarta sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia begitu Kemerdekaan di proklamirkan oleh Sukarno-Hatta. Pemindahan ibukota dari Jakarta ke Jogjakarta juga atas inisiatif dan difasilitasi oleh Sultan Hamengkubuwono IX

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah legenda jawa

Permintaan anggota neng rini gelis Harap disimak... Eyang Abdul Manaf atau eyang Dalem Mahmud Beliau adalah pendiri Kampung Mahmud Sekilas tentang kampung mahmud Bandung Kampung Mahmud adalah satu dari sekian banyak kampung adat yang ada di tanah air. Adat istiadat leluhur masih tetap lestari, meski beberapa sudah luntur karena tergerus kemajuan zaman. Potret kehidupan masyarakat yang bersahaja, masih terlihat di sana-sini. Dan inilah keunikan kampung yang dikelilingi sungai Citarum ini. Secara administratif, Kampung Mahmud masuk dalam lingkungan RW 04 Desa Mekarrahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung. Secara geografis, kampung ini cukup eksklusif karena berada dalam lingkaran Sungai Citarum. Dengan kondisi itu, otomatis warga kampung Mahmud seolah berada di tengah-tengah dan terpisah dengan daerah-daerah tetangga. Namun sejak beberapa tahun silam, sebuah jembatan besar dan permanen telah menembus kampung tersebut. Sarana jembatan inilah yang seolah memutus “keter...

Syechk magelung sakti

Syeh Magelung Sakti Syekh Magelung Sakti alias Syarif Syam alias Pangeran Soka alias Pangeran Karangkendal. Konon Syekh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa ia berasal dari negeri Yaman. Syarif Syam memiliki rambut yang sangat panjang, rambutnya sendiri panjangnya hingga menyentuh tanah, oleh karenanya ia lebih sering mengikat rambutnya (gelung). Sehingga kemudian ia lebih dikenal sebagai Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang tergelung). Mengapa ia memiliki rambut yang sangat panjang ialah karena rambutnya tidak bisa dipotong dengan apapun dan oleh siapapun. Karenanya, kemudian ia berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari siapa yang sanggup untuk memotong rambut panjangnya itu. Jika ia berhasil menemukannya, orang tersebut akan diangkat sebagai gurunya. Hingga akhirnya ia tiba di Tanah Jawa, tepatnya di Cirebon. Pada sekitar abad XV di Karangkendal hidup seora...

LEGENDA SI PITUNG DAN RAWA RONTEK

LEGENDA SI PITUNG DAN RAWA RONTEK.... Dalam legenda para pendekar, Pitung selalu menjadi icon yang kuat di Jakarta. Keberadaannya menjadikan sejarah batavia ini menjadi sangat segar dan penuh tantangan. Pitung ini memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Ilmu yang dimilikinya dan menjadi legenda hingga saat ini adalah ilmu Rawa Rontek. Ya Si Pitung punya ilmu yang luar biasa. Ilmu Rawa Rontek yang terkenal dan melegenda karena konon di miliki oleh Si Pitung yang katanya dapat menyerap energi lawan - lawannya hingga seolah - olah dia menjadi dapat menghilang. Menurut cerita orang, karena ilmu Rawa Rontek ini Pitung tidak menikah. Sehingga ia tetap membujang hingga akhir hayatnya ( di perkirakan umurnya 40 tahun ). Rawa Rontek yang arti bahasanya adalah "Kepala Putus", konon dapat membuat pemiliknya menjadi kebal dari senjata tajam, senjata api, racun ataupun santet / sihir. Tetapi lama kelamaan seseorang yang memiliki ilmu Rawa Rontek akan cepat emosi dan selalu berbuat ...