Langsung ke konten utama

Prabu angling darma

CERITA RAKYAT.......................

Prabu Anglingdarma adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata.

Anglingdarma merupakan keturunan ketujuh dari Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Hal ini dapat dimaklumi karena menurut tradisi Jawa, kisah Mahabharata dianggap benar-benar terjadi di Pulau Jawa.[rujukan?]

Dikisahkan bahwa, Arjuna berputra Abimanyu. Abimanyu berputra Parikesit. Parikesit berputra Yudayana. Yudayana berputra Gendrayana. Gendrayana berputra Jayabaya. Jayabaya memiliki putri bernama Pramesti, dan dari rahim Pramesti inilah lahir seorang putra bernama Prabu Anglingdarma.
Kelahiran

Semenjak Yudayana putra Parikesit naik takhta, nama kerajaan diganti dari Hastina menjadi Yawastina. Yudayana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada Gendrayana. Pada suatu hari Gendrayana menghukum adiknya yang bernama Sudarsana karena kesalahpahaman. Batara Narada turun dari kahyangan sebagai utusan dewata untuk mengadili Gendrayana. Sebagai hukuman, Gendrayana dibuang ke hutan sedangkan Sudarsana dijadikan raja baru oleh Narada.

Gendrayana membangun kerajaan baru bernama Mamenang. Ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Jayabaya. Sementara itu, Sudarsana digantikan putranya yang bernama Sariwahana. Sariwahana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada putranya yang bernama Astradarma.

Antara Yawastina dan Mamenang terlibat perang saudara berlarut-larut. Atas usaha pertapa kera putih bernama Hanoman yang sudah berusia ratusan tahun, kedua negeri pun berdamai, yaitu melalui perkawinan Astradarma dengan Pramesti, putri Jayabaya.

Pada suatu hari Pramesti mimpi bertemu Batara Wisnu yang berkata akan lahir ke dunia melalui rahimnya. Ketika bangun tiba-tiba perutnya telah mengandung. Astradarma marah menuduh Pramesti telah berselingkuh. Ia pun mengusir istrinya itu pulang ke Mamenang.

Jayabaya marah melihat keadaan Pramesti yang terlunta-lunta. Ia pun mengutuk negeri Yawastina tenggelam oleh banjir lumpur. Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Astradarma pun tewas bersama lenyapnya istana Yawastina.

Setelah kematian suaminya, Pramesti melahirkan seorang putra yang diberi nama Anglingdarma. Kelahiran bayi titisan Wisnu tersebut bersamaan dengan wafatnya Jayabaya yang mencapai moksa. Takhta Mamenang kemudian diwarisi oleh Jaya Amijaya, saudara Pramesti.
Perkawinan pertama

Setelah dewasa, Anglingdarma membawa ibunya pindah ke sebuah negeri yang dibangunnya, bernama Malawapati. Di sana ia memerintah dengan bergelar Prabu Anglingdarma, atau Prabu Ajidarma.

Anglingdarma sangat gemar berburu. Pada suatu hari ia menolong seorang gadis bernama Setyawati yang dikejar harimau. Setyawati lalu diantarkannya pulang ke rumah ayahnya, seorang pertapa bernama Resi Maniksutra. Tidak hanya itu, Anglingdarma juga melamar Setyawati sebagai istrinya.

Kakak Setyawati yang bernama Batikmadrim telah bersumpah barangsiapa ingin menikahi adiknya harus dapat mengalahkannya. Maka terjadilah pertandingan yang dimenangkan oleh Anglingdarma. Sejak saat itu, Setyawati menjadi permaisuri Anglingdarma sedangkan Batikmadrim diangkat sebagai patih di Kerajaan Malawapati.

Pada suatu hari ketika sedang berburu, Anglingdarma memergoki istri gurunya yang bernama Nagagini sedang berselingkuh dengan seekor ular tampar. Anglingdarma pun membunuh ular jantan sedangkan Nagagini pulang dalam keadaan terluka.

Nagagini kemudian menyusun laporan palsu kepada suaminya, yaitu Nagaraja supaya membalas dendam kepada Anglingdarma. Nagaraja pun menyusup ke dalam istana Malawapati dan menyaksikan Anglingdarma sedang membicarakan perselingkuhan Nagagini kepada Setyawati. Nagaraja pun sadar bahwa istrinya yang salah. Ia pun muncul dan meminta maaf kepada Anglingdarma.

Nagaraja mengaku ingin mencapai moksa. Ia kemudian mewariskan ilmu kesaktiannya berupa Aji Gineng kepada Anglingdarma. Ilmu tersebut harus dijaga dengan baik dan penuh rahasia. Setelah mewariskan ilmu tersebut Nagaraja pun wafat.

Sejak mewarisi ilmu baru, Anglingdarma menjadi paham bahasa binatang. Pernah ia tertawa menyaksikan percakapan sepasang cicak. Hal itu membuat Setyawati tersinggung. Anglingdarma menolak berterus terang karena terlanjur berjanji akan merahasiakan Aji Gineng, membuat Setyawati bertambah marah. Setyawati pun memilih bunuh diri dalam api karena merasa dirinya tidak dihargai lagi. Anglingdarma berjanji lebih baik menemani Setyawati mati, daripada harus membocorkan rahsia ilmunya.

Ketika upacara pembakaran diri digelar, Anglingdarma sempat mendengar percakapan sepasang kambing. Dari percakapan itu Anglingdarma sadar kalau keputusannya menemani Setyawati mati adalah keputusan emosional yang justru merugikan rakyat banyak. Maka, ketika Setyawati terjun ke dalam kobaran api, Anglingdarma mtidak menyertainya.
Masa hukuman

Perbuatan Anglingdarma yang mengingkari janji sehidup semati dengan Setyawati membuat dirinya harus menjalani hukuman buang sampai batas waktu tertentu sebagai penebus dosa. Kerajaan Malawapati pun dititipkannya kepada Batikmadrim.

Dalam perjalanannya, Anglingdarma bertemu tiga orang putri bernama Widata, Widati, dan Widaningsih. Ketiganya jatuh cinta kepada Anglingdarma dan menahannya untuk tidak pergi. Anglingdarma menurut sekaligus curiga karena ketiga putri tersebut suka pergi malam hari secara diam-diam.

Anglingdarma menyamar sebagai burung gagak untuk menyelidiki kegiatan rahasia ketiga putri tersebut. Ternyata setiap malam ketiganya berpesta makan daging manusia. Anglingdarma pun berselisih dengan mereka mengenai hal itu. Akhirnya ketiga putri mengutuknya menjadi seekor belibis putih.

Belibis putih tersebut terbang sampai ke wilayah Kerajaan Bojanagara. Di sana ia dipelihara seorang pemuda desa bernama Jaka Geduk. Pada saat itu Darmawangsa raja Bojanagara sedang bingung menghadapi pengadilan di mana seorang wanita bernama Bermani mendapati suaminya yang bernama Bermana berjumlah dua orang.

Atas petunjuk belibis putih, Jaka Geduk berhasil membongkar Bermana palsu kembali ke wujud aslinya, yaitu Jin Wiratsangka. Atas keberhasilannya itu, Jaka Geduk diangkat sebagai hakim negara, sedangkan belibis putih diminta sebagai peliharaan Ambarawati, putri Darmawangsa.
Kembali ke Malawapati

Anglingdarma yang telah berwujud belibis putih bisa berubah ke wujud manusia pada malam hari saja. Setiap malam ia menemui Ambarawati dalam wujud manusia. Mereka akhirnya menikah tanpa izin orang tua. Dari perkawinan itu Ambarawati pun mengandung.

Darmawangsa heran dan bingung mendapati putrinya mengandung tanpa suami. Kebetulan saat itu muncul seorang pertapa bernama Resi Yogiswara yang mengaku siap menemukan ayah dari janin yang dikandung Ambarawati.

Yogiswara kemudian menyerang belibis putih peliharaan Ambarawati. Setelah melalui pertarungan seru, belibis putih kembali ke wujud Anglingdarma, sedangkan Yogiswara berubah menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim adalah untuk menjemput Anglingdarma yang sudah habis masa hukumannya.

Anglingdarma kemudian membawa Ambarawati pindah ke Malawapati. Dari perkawinan kedua itu lahir seorang putra bernama Anglingkusuma, yang setelah dewasa menggantikan kakeknya menjadi raja di Kerajaan Bojanagara. iya pun mempunyai musuh yang bernama durgandini dan sudawirat

Pada suatu saat kerajaan Angling Dharma berjaya dan mampu menaklukan musuh-musuhnya, dan saat itulah sudawirat terbuka hatinya untuk mengabdi kepada Kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Angling Dharma

VERSI BOSO JOWO...............

Prabu Anglingdarma, putra saka Dewi Pramesthi karo Astradarma Ratu saka Yawastina. Pramesthi kuwi putri Prabu Jayabaya, raja saka kraton Mamenang Kediri. Sawise dadi garwa raja Yawastina, Pramesti banjur di boyong menyang Yawastina.

Sawijining dina, Pramesthi diangslupi Bathara Wisnu, lan ndadekake dheweke ngandheg. Prabu Astradarma duka ngerti kahanan mau, lan ora nampa katrangane Pramesthi. Dheweke ditundung lunga saka kraton. Banjur mulih neng kratone bapake.

Prabu Jayabaya duka marang Astradarma, banjur sepata yen bakale negara Yawastina lebur dadi lendhut. Ora let suwe Prabu Jayabaya mukswa, Anglingdarma lahir lan dadi raja ing kraton Malawapati. Dewi Pramesthi kaboyong neng Malawapati.

Sawijining esuk nalika Anglingdarma mbebedhak ing alas, dumadakan keprungu swara wong wadon njaluk tulung. Anglingdarma nulungi wanita kang dicedhaki macan, kang mau njaluk tulung kuwi. Wanita mau diterake bali menyang omahe, pertapan Nguntarasegara. Anglingdarma duwe karep ngepek bojo Endang Setyowati, jeneg wanita mau, anakke Resi Maniksutra. Sejatine Setyowati ora gelem dipek bojo, amarga dheweke nresnani kangmas kuwalone kan aran Bathikmadrim. Madrim ngerti yen Setyowati tresna marang dheweke banjur nantang adu kasekten karo Anglingdarma. Ing adu kasekten mau, Angling menang banjur mboyong Setyowati dadi garwa Prameswari lan Madrim dadi patihe ing Malawapati.

Ana ing kraton Malawapati, Setyowati atine ora jenjem. Dheweke kepingin bali menyang Nguntara Segara. Polatanae Setyowati gawe atine Angling sedhih. Kanggo nglipur ati, dheweke lunga mbebedhak menyang alas. Anggone mbebedhak nganti tekan cedhake taman pertapan Sumur Jalatundha. Ing kono, dheweke meruhi ula sepasang kang lagi pepasihan. Dhewekke ngerti, yen salah sijine ula mau Nagagini, bojone Nagaraja gurune Angling. Angling manah ula lanang kang aran Ula Tampar nganti mati. Nagagini mlayu mlebu pertapan nemoni bojone, lan lapur yen Anglingdarma arep mrawasa dheweke.

Angling crita marang Setyowati lan pamit mati. Dheweke ngerti yen bakal diukum pati gurune. Merga mesthi wae Nagagini lapur kang suwalikke saka prastawa mau. Nagaraja anjalma dadi ula kisi kang cilik banget, lunga menyang taman Malawapati lan ngrungokake crita mau.

Anglingdarma ngadep Nagaraja, sedya mring paukuman. Ananging Nagaraja malah gumuyu banjur ngendika, “Angling anakku, aku ora bakal mateni kowe Ngger. Aku wis ngerti sapa kang luput. Mau aku njalma dadi ula kisi lan krungu kabeh prastawa kang sabenere. Saiki…kanggo tumindakmu kang ksatriya, aku arep aweh kanugrahan. Apa wae kang mbok jaluk bakal dak wenehi.”. angling njaluk Aji Gineng, kanthi syarat Angling ora kena crita marang sapa wae kalebu bojone dhewe.

Ing bengi, nalika Angling lan Setyowati ana ing paturon, Angling dumadakan ngguyu dhewe. Setyowati serik, ngira yen Angling ngece Setyowati sing asale saka desa. Nadyan wis diterangake kayangapa, Setyawati panggah ora trima. Banjur..”Diajeng, aku mau ngguyu cecak kang lagi guneman. Iki mau amerga aku duwe Aji Gineng kang bisa ngerti basane kewan-kewan mau.” Diterangake ngono, Setyowati dadi kepingin duweni ajian mau, “Menawi boten kepareng kula suwun, luwih becik kula pejah. Kula badhe pati obong.” Tangise Styowati.

Setyowati nglakoni pati obong tenan. Angling arep nyusul bojone, ananging ora sido merga krungu guneme wedhus kang isine nyindhir dheweke. Angling banjur mudhun saka panggungan. Luwih becik ngayomi rakyate sing isih butuh dheweke. Setyowati nekad nyemplung geni kang mulat-mulat.

Merga saka planggaran sumpahe dhewe, para dewa murka banjur ngukum Angling, supaya nglakoni panguripan ing alas wolung taun lawase. Arwahe Setyowati sajak gela banget, dheweke ngumbara saparan-paran. Banjur nyuwun mring Bathara Guru supaya dheweke bisa bali ing donya. Bathara guru mrintahake Setyowati supaya manitis ing awake Ambarawati, putri saka Adipati Darmawasesa ing Kadipaten Bojonegoro. Setyowati mudhun ing donya, lan manitis ing awake Ambarwati.

Pangumbaran kang suwe, nggawa angling ing sawijining kraton kang wis suwe ditinggal mati rajane. Kraton kuwi dinggoni dening anakke raja kang aran Widata, Widati lan Widaningsih. Katelune tresna marang Angling. Angling ora oleh lunga menyang endi-endi.
Sawijining wengi, nalika Angling arep turu, putri telu mau metu saka kraton kanti cara ngindhik-indhik supaya ora konangan Angling. Angling cubriya, ora sawetara suwe dheweke lolos sukma anjalma dadi gagak banjur nututi lungane putri telu mau. Kayangapa kagete Angling, jebul-jebul putri iku lagi mangan bangke manungsa ing tengah alas. Gagak malihane Angling nyolong ati saka bangke mau. Widati nyoba ngoyak nganti kesel, nanging kalah cepet karo abure gagak.

Ati mau diselehake ing dhuwure wedhak duweke widati banjur Angling nerusake turune. Esukke Widati kaget weruh ati ing sadhuwure wedhak, ndadekake dheweke ngerti yen gagak kang bengi iku malihane Angling. Widati nangekake Angling, lan dadi padu. Pungkasane Angling ditancepi kembang saengga dheweke malih dadi mliwis putih. Mliwis mau mabur, lunga ngumbara nganti tekan desa Gebang Sawit, Kadipaten Bajanegara. Ing Gebang Sawit, mliwis ditemu dening Jaka Gedhuk, anake Demang Klungsur.

Ing Kadipaten Bojonegara ana sayembara. Sayembara mau isine yaiku mbuktekake ki Bremana sing asli, amarga samulihe seka alas malih dadi loro. Bojone bingung milih sing endi, banjur lunga menyang kadipaten lan njaluk keadilane Adipati Darmawasesa. Adipati kang bingung banjur nganakake sayembara iku mau. Mliwis putih njaluk supaya Pak Klungsur gelem melu sayembara mau, kanthi digenahi carane.

Ora suwe…”Kanggo mbuktekake endi Ki Bremana asli, kekarone kudu bisa mlebu ing kendi iki. Yen bisa mlebu, ya kuwi Bremana asli.” Kandane klungsur mancing Bremana palsu. Salah sijine bisa mlebu tenan neng jero kendi. Kendi mau ditutup, banjur dipecah. Dumadakan saka pecahane kendi, metu Jin Wiratsangka kang memba-memba dadi Bremana. Jin mau diusir, banjur mlayu mlebu alas. Klungsur antuk kanugrahan dadi hakim ing kadipaten. Anak lan bojone diboyong, uga mliwis putih kang wis mbiyantu.

Ambarawati ngerti yen ana mliwis putih. Banjur mliwis dijaluk supaya manggon ana ing kaputren. Saben dina mliwis mau ngancani Ambarawati. Yen wengi, mliwis putih malih dadi Anglindarma. Kekarone pepasihan lan ndadekake Ambarawati ngandhut.
Adipati Darmawangsa judheg ngrasakake putrine ngandhut tanpa ngerti sapa kang tumindak. Sawijining dina ana resi kang aran Yogiswara teka ing kadipaten Bojonegara.

Resi Yogiswara dijaluki tulung nggoleki wong kang njalari Ambarawati ngandhut. Yogiswara ngajak mliwis guneman. Suwe-suwe nliwis putih lan Yogiswara padu. Bareng ora ana sing menang lan kalah, mliwis putih malih dadi Anglingdarma. Lan Yogiswara malih dadi Bathikmadrim kang sasuwene iki nggoleki rajane. Sawise terang perkarane, Anglingdarma lan Ambarawati dinikahake. Ambarawati diboyong ing kraton Malawapati. Ora suwe, Ambarawati nglairake anak lanang kang dijenengi Anglingkusuma. Anglingdarma mimpin kratone maneh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah legenda jawa

Permintaan anggota neng rini gelis Harap disimak... Eyang Abdul Manaf atau eyang Dalem Mahmud Beliau adalah pendiri Kampung Mahmud Sekilas tentang kampung mahmud Bandung Kampung Mahmud adalah satu dari sekian banyak kampung adat yang ada di tanah air. Adat istiadat leluhur masih tetap lestari, meski beberapa sudah luntur karena tergerus kemajuan zaman. Potret kehidupan masyarakat yang bersahaja, masih terlihat di sana-sini. Dan inilah keunikan kampung yang dikelilingi sungai Citarum ini. Secara administratif, Kampung Mahmud masuk dalam lingkungan RW 04 Desa Mekarrahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung. Secara geografis, kampung ini cukup eksklusif karena berada dalam lingkaran Sungai Citarum. Dengan kondisi itu, otomatis warga kampung Mahmud seolah berada di tengah-tengah dan terpisah dengan daerah-daerah tetangga. Namun sejak beberapa tahun silam, sebuah jembatan besar dan permanen telah menembus kampung tersebut. Sarana jembatan inilah yang seolah memutus “keter...

Syechk magelung sakti

Syeh Magelung Sakti Syekh Magelung Sakti alias Syarif Syam alias Pangeran Soka alias Pangeran Karangkendal. Konon Syekh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa ia berasal dari negeri Yaman. Syarif Syam memiliki rambut yang sangat panjang, rambutnya sendiri panjangnya hingga menyentuh tanah, oleh karenanya ia lebih sering mengikat rambutnya (gelung). Sehingga kemudian ia lebih dikenal sebagai Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang tergelung). Mengapa ia memiliki rambut yang sangat panjang ialah karena rambutnya tidak bisa dipotong dengan apapun dan oleh siapapun. Karenanya, kemudian ia berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari siapa yang sanggup untuk memotong rambut panjangnya itu. Jika ia berhasil menemukannya, orang tersebut akan diangkat sebagai gurunya. Hingga akhirnya ia tiba di Tanah Jawa, tepatnya di Cirebon. Pada sekitar abad XV di Karangkendal hidup seora...

LEGENDA SI PITUNG DAN RAWA RONTEK

LEGENDA SI PITUNG DAN RAWA RONTEK.... Dalam legenda para pendekar, Pitung selalu menjadi icon yang kuat di Jakarta. Keberadaannya menjadikan sejarah batavia ini menjadi sangat segar dan penuh tantangan. Pitung ini memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Ilmu yang dimilikinya dan menjadi legenda hingga saat ini adalah ilmu Rawa Rontek. Ya Si Pitung punya ilmu yang luar biasa. Ilmu Rawa Rontek yang terkenal dan melegenda karena konon di miliki oleh Si Pitung yang katanya dapat menyerap energi lawan - lawannya hingga seolah - olah dia menjadi dapat menghilang. Menurut cerita orang, karena ilmu Rawa Rontek ini Pitung tidak menikah. Sehingga ia tetap membujang hingga akhir hayatnya ( di perkirakan umurnya 40 tahun ). Rawa Rontek yang arti bahasanya adalah "Kepala Putus", konon dapat membuat pemiliknya menjadi kebal dari senjata tajam, senjata api, racun ataupun santet / sihir. Tetapi lama kelamaan seseorang yang memiliki ilmu Rawa Rontek akan cepat emosi dan selalu berbuat ...